Sabtu, 24 September 2011

Sejarah Mikrobiologi,,

Sejarah Mikrobiologi
            Mikrobiologi adalaha suatu ilmu yang mempelajari makhluk hidup yang sangat kecil (diameter kurang dari 0,1 mm) yang tak dapat dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan suatu peralatan khusus.
            Makhluk ini, yang disebut jasad renik atau mikroorganisme, terdapat di mana-mana. Diantaranya ada yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetapi banyak pula yang merugikan seperti mislnya yang menimbulkan berbagai penyakit.
            Mikrobiologi meliputi berbagai disiplin ilmu seperti bakteriologi, imunologi, virologi, mikologi dan bakteriologi. Ilmu-ilmu ini telah berkembang dengan pesatnya dari tahun ke tahun, sehingga merupakan disiplin-disiplin yang terpisah dan berdiri sendiri.
            Dalam mikrobiologi kedokteran, dipelajari mikroorganisme yang ada kaitannya dengan penyakit (infeksi) ; dan dicari jalan bagaimana cara pencegahan, penanggulangan serta pemberantasannya. Ilmu ini terus berkembang tanpa hentinya karena mikroorganisme sebagai makhluk hidup mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang baru, sehingga hal ini akan tetap merupakan tantangan bagi ilmu kedokteran. Sebagai contoh, dengan ditemukannya antibiotik kemoterapi yang merupakan suatu kemenangan besar bagi ilmu kedokteran dalam memerangi kuman-kuman penyebab infeksi, tidaklah berarti bahwa kuman-kuman tersebut telah terkalahkan, karena kenyataannya mereka tetap mampu menimbulkan infeksi. Ditemukannya jenis-jenis kuman baru, sifat-sifat yang baru dari kuman dan jenis infeksi yang “keras kepala” atau yang tidak mau sembuh semuanya ini merupakan bukti bahwa kuman-kuman tadi mampu mengadaptasikan diri terhadap lingkungannya yang baru.
            Penyakit infeksi sebenarnya sudah dikenal sejak jaman dulu. Orang-orang purba menganggap bahwa penyakit infeksi merupakan suatu kutukan para dewa atas dosa-dosa manusia sehingga untuk menyembuhkan penyakit tersebut dilakukan pengorbanan-pengorbanan. Kemudian muncul Hipocrates dengan anggapannya bahwa penyebab infeksi terdiri dari dua faktor, yaitu faktor intrinsik yang terdapat dalam tubuh penderita dan faktor ekstrinsik yang terdapat diluar yaitu yang berhubungan dengan udara yang karena sesuatu hal yang tidak diketahui berubah menjadi buruk/rusak (malaria).
            Muncul selanjutnya teori generatio spontanea yang mengatakan bahwa makhluk hidup mengatakan bahwa makhluk hidup dapat timbul dari benda-benda mati. Teori ini bertahan untuk beberapa lama. Teori ini kemudian ditinggalkan karena terdapat penemuan-penemuan baru yang diawali dengan berhasilnya Anton van Leeuwenhoek melihat makhluk-makhluk kecil dalam berbagai cairan dengan mempergunakan “mikroskop” –nya. Makhluk-makhluk kecil inilah yang sekarang  kita kenal sebagai kuman dengan bentuk –bentuk kokus, basil dan spirilium. Louis Pasteur (1860) memanfaatkan penemuan Leeuwenhoek tadi untuk membuktikan ketidakbenaran teori generatio spontanea.  Ia melakukan percobaan dengan memanaskan kaldu di dalam suatu labu balon dengan tujuan mematikan jasad-jasad renik yang terdapat di dalamnya. Tenyata setelah didiamkan selama beberpa waktu, kaldu tersebut menjadi keruh. Percobaannya yang berikut adalah serupa dengan percobaannya yang terdahulu tetapi dengan mempergunakan labu balon berleher panjang yang bagian tengahnya berbentuk huruf U yang terisi cairan, sehingga udara luar tidak dapat berhubungan dengan kaldu yang terdapat di dalam kaldu.dengan percobaannya ini terbukti bahwa kaldu dalam labu tetap jernih, tetapi akan menjadi keruh apabila cairan di dalam leher U tadi dibuang yang memungkinkan udara luar langsung masuk ke dalam labu. Kesimpulan percobaan ini adalah bahwa kekeruhan kaldu tersebut terjadi akibat pertumbuha mikroba yang terdapat di dalam udara.
            Mikroba-mikroba dalam udara inilah yang menjadi penyebab pembusukan sampah, makanan dan minuman. Ia mengatakan bahwa mikroba-nikroba ini mungkin membahayakan manusia.
            Kebenaran teori pasteur ini dibuktikan oleh Lister, seorang ahli bedah yang telah melakukan tindakan-tindakan aseptik pada waktu pembedahan dengan mempergunakan disinfektan yangdapat mematikan mikroba-mikroba yang terdapat di dalam udara. Dengan tindakannya ini angka kematian karena infeksi sesudah operasi ternyata sangat menurun.
            Bersamaan waktunya dengan Pasteur, seorang dokter Jerman Roberth Koch (1876) mengadakan penelitian terhadap kuman-kuman anthrax yang menyerang ternak. Dalam penelitiannya ini ia berhasil mengasingkan kuman anthrax  dalam bentuk biakan murni (pure culture) dengan mempergunakan pembenihan kuman (medium), dan membuktikan bahwa kuman-kuman yang diasingkan ini mampu menimbulkan penyakit yang sama bila dimasukkan ke dalam tubuh binatang percobaan yang peka.
            Berdasarkan penemuan ini Koch memformulasikan kriteria mengenai kuman-kuman ini yang kita kenal sebagai Postulat Koch, yaitu :
1.     Kuman harus selalu dapat ditemukan di dalam tubuh binatang yang sakit, tetapi tidak dalam binatang yang sehat.
2.    Kuman tersebut harus dapat diasingkan dan dibiakkan dalam bentuk biakan murni di luar tubuh binatang tadi.
3.    Biakan murni kuman harus mampu menimbulkan penyakit yang sama pada binatang percobaan.
4.    Kuman tersebut dapat diasingkan kembali dari binatang percobaan tadi.

Pada tahun 1900, semua jenis kuman penyebab berbagai penyakit penting telah dapat diketahui seperti Bacillus anthracis, corynebacterium diptheriae, Salmonella typhosa, Neissera gonorrhoeae, Clostridium perfringens, Clostridium tetani, Shigella dysentriae, Treponema pallidum dan lain-lain.
Dengan majunya teknologi dan semakin lengkapnya peralatan maka berhasil pula ditemukan jasad renik yang lebih kecil dari kuman yang mampu menembus saringan kuman yaitu yang disebut virus. Beberapa contoh misalnya virus mosaik tembakau yang ditemukan oleh Iwanowsky (1892) dan Beyerinck (1899), virus penyebab foot and mouth disease pada ternak (Loffler & Frosch,1898), virus demam kuning pada manusia (Walter Reed dkk, 1900), virus kuman atau bakteriofaga (Twort & d’Herelle, 1915).
Melihat kenyataan bahwa seseorang yang sembuh dari suatu penyakit tidak mudah untuk mendapatkan penyakit yang sama untuk kedua kalinya, telah mendorong para penyelidik untuk melakukan penelitian tentang kekebalan.
Edward Jenner (1749-1823) melihat bahwa pemerah susu sapi yang mendapatkan infeksi cacar sapi (cowpox) ternyata kebal terhadap penyakit cacar (smallpox atau variola). Ia kemudian menyusun suatu konsep tentang vaksinasi dan berhasil membangkitkan/menimbulkan kekebalan pada orang-orag terhadap cacar smallpox ) dengan jalan menvaksinasinya memakai cacar sapi (cowpox). Edward Jenner ini kemudian dicontoh oleh Pasteur untuk membuktikan vaksin terhadap penyakit chicken cholera, anthrax dan rabies.
Selain bidang kekebalan juga telah dilakukan percobaan-percobaan dengan bahan-bahan kimia untuk mengobati suatu infeksi. Perkembagna kemoterapi ini dimulai tahun 1935 ketika Domagk menemukan bahwa prontosil (sulfanimalida) sangat bermandfaat terhadap infeksi oleh streptokokus.
Penemuan penisilin oleh Alexander Fleming (1929) dilanjutkan oleh Florey & Chain (1940) untuk mempergunakannya dalam pengobatan, yang ternyata hasilnya sangat menakjubkan. Penemuan penisilin ini kemudian disusul oleh penemuan-penemuan antibiotika lainnya yang jumlahnya sangat banyak.
Ternyata kemoterapi ini selain bermanfaat, juga manimbulkan persoalan-persoalan baru, seperti misalnya kuman yang semula peka terhadap resisten, juga timbulnya reaksi-reaksi alergi serta gangguan-gangguan pada normal ecologic flora pada tubuh manusia.
Tak dapat disangkal lagi bahwa mikrobiologi telah mengubah pandangan manusia mengenai timbulnya penyakit-penyakit dan menyingkirkan pendapat/kepercayaan terhadap generatio spontaneae serta menempatkan proses pembusukan/atau fenomena-fenomena lain yang serupa pada tempat yang sebenarnya dalam siklus benda, baik yang hidup ataupun yang mati.

Sumber :
Sujudi, Staff Pengajar Mikrobiologi kedokteran universitas Indonesia.1994.Mikrobiologi kedokteran, Edisi Revisi. Binarupa Aksara: Jakarta.

Semoga Bermanfaat...,

Sabtu, 17 September 2011

Immunologi-Makalah


BAB I
PENDAHULUAN
A.                LATAR BELAKANG
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme.
B.                 TUJUAN
Adapun tujuan pada makalah ini yaitu untuk :
1)      Mengetahui hal penting tentang imunologi dan imunisasi;
2)      Mengetahui golongan dalam kekebalan;
3)      Mengetahui klasifikasi imunoglobulin; serta
4)      Mengetahui proses dan reaksi kekebalan dalam tubuh (Antibodi).

BAB II
PEMBAHASAN
I.1 Pengantar Immunologi
Manusia dan binatang multiseluler, mempunyai daya faal untuk mengenal bahan atau zat kimia yang dianggap “diri sendiri” (self) dan membedakannya dari yang “asing” (nonself).kemampuan ini menjadi dasar dari kekebalan, karena badan akan berusaha untuk mangeluarkan atau memusnahkan bahan asing yang masuk ke dalam jaringan.
Kekebalan dapat digolongkan dalam 2 golongan besar :
1.      Kekebalan alam (natural immunity), sudah ada sejak lahir.
2.      Kekebalan didapat (acquired immunity), didapat selama hidup
I.1.1 Kekebalan alam :
Diantara manusia dan binatang berbagai jenis ditemukan perbedaan dalam hal kekebalan terhadap berbagai macam penyakit. Faktor konstitusi atau faktor lain yang tidak diketahui dapat menimbulkan kekebalan alam berupa :
a)      Kekebalan ras (racial immunity)
b)      Kekebalan spesies (species immunity)
c)      Kekebalan perorangan (personal immunity)
Diketahui juga faktor-faktor antimikroba yang bekerja tidak khas yang membantu kekebalan alam :
-          Kulit
-          Selaput lendir
-          Fagositosis
-          Reaksi radang
-          Interferon
I.1.2 Kekebalan didapat :
            Pada kekebalan yang didapat, pencegahan terjadinya penyakit ditujukan pada bahan asing yang masuk ke dalam tubuh, mungkin berupa kuman tertentu, virus atau toksin. Bahan asing yang masuk disebut “antigen” dan terhadap antigen ini dalam tubuh dibentuk bahan yang disebut antibodi. Antibodi yang termasuk zat imunoglobin, dapat disuntikkan ke dalam orang lain dan akan memberi proteksi kepada orang lain.
            Dengan demikian dikenal berbgai cara untuk mencapai kekebalan.
I.2 KLASIFIKASI IMUNOGLOBULIN
Klasifikasi imunoglobulin berdasarkan kelas rantai H. Tiap kelas mempunyai berat molekul, masa paruh, dan aktivitas biologik yang berbeda. Pada manusia dikenal 4 sub kelas IgG yang mempunyai rantai berat γl, γ2, γ3, dan γ4. Perbedaan antar subkelas lebih sedikit dari pada perbedaan antar kelas.
I.2.1 Imunoglobulin G
IgG mempunyai struktur dasar imunoglobulin yang terdiri dari 2 rantai berat H dan 2 rantai ringan L. IgG manusia mempunyai koefisien sedimentasi 7 S dengan berat molekul sekitar 150.000. Pada orang normal IgG merupakan 75% dari seluruh jumlah imunoglobulin.
Imunoglobulin G terdiri dari 4 subkelas, masing-masing mempunyai perbedaan yang tidak banyak, dengan perbandingan jumlahnya sebagai berikut: IgG1 40-70%, IgG2 4-20%, IgG3 4-8%, dan IgG4 2-6%. Masa paruh IgG adalah 3 minggu, kecuali subkelas IgG3 yang hanya mempunyai masa paruh l minggu. Kemampuan mengikat komplemen setiap subkelas IgG juga tidak sama, seperti IgG3 > IgGl > IgG2 > IgG4. Sedangkan IgG4 tidak dapat mengikat komplemen dari jalur klasik (ikatan C1q) tetapi melalui jalur alternatif. Lokasi ikatan C1q pada molekul IgG adalah pada domain CH2. 
Sel makrofag mempunyai reseptor untuk IgG1 dan IgG3 pada fragmen Fc. Ikatan antibodi dan makrofag secara pasif akan memungkinkan makrofag memfagosit antigen yang telah dibungkus antibodi (opsonisasi). Ikatan ini terjadi pada subkelas IgG1 dan IgG3 pada lokasi domain CH3.
Bagian Fc dari IgG mempunyai bermacam proses biologik dimulai dengan kompleks imun yang hasil akhirnya pemusnahan antigen asing. Kompleks imun yang terdiri dari ikatan sel dan antibodi dengan reseptor Fc pada sel killer memulai respons sitolitik (antibody dependent cell-mediated cytotoxicity = ADCC) yang ditujukan pada antibodi yang diliputi sel. Kompleks imun yang berinteraksi dengan sel limfosit pada reseptor Fc pada trombosit akan menyebabkan reaksi dan agregasi trombosit. Reseptor Fc memegang peranan pada transport IgG melalui sel plasenta dari ibu ke sirkulasi janin.
I.2.2 Imunoglobulin M
Imunoglobulin M merupakan 10% dari seluruh jumlah imunoglobulin, dengan koefisien sedimen 19 S dan berat molekul 850.000-l.000.000. Molekul ini mempunyai 12% dari beratnya adalah karbohidrat. Antibodi IgM adalah antibodi yang pertama kali timbul pada respon imun terhadap antigen dan antibodi yang utama pada golongan darah secara alami. Gabungan antigen dengan satu molekul IgM cukup untuk memulai reaksi kaskade komplemen.
IgM terdiri dari pentamer unit monomerik dengan rantai μ dan CH. Molekul monomer dihubungkan satu dengan lainnya dengan ikatan disulfida pada domain CH4 menyerupai gelang dan tiap monomer dihubungkan satu dengan lain pada ujung permulaan dan akhirnya oleh protein J yang berfungsi sebagai kunci.
I.2.3 Imunoglobulin A
IgA terdiri dari 2 jenis, yakni IgA dalam serum dan IgA mukosa. IgA dalam serum terdapat sebanyak 20% dari total imunoglobulin, yang 80% terdiri dari molekul monomer dengan berat molekul 160.000, dan sisanya 20% berupa polimer dapat berupa dua, tiga, empat atau lima monomer yang dihubungkan satu dengan lainnya oleh jembatan disulfida dan rantai tunggal J (lihat Gambar 9-6). Polimer tersebut mempunyai koefisien sedimentasi 10,13,15 S. 
Sekretori IgA
Sekretori imunoglobulin A (sIgA) adalah imunoglobulin yang paling banyak terdapat pada sekret mukosa saliva, trakeobronkial, kolostrum/ASI, dan urogenital. IgA yang berada dalam sekret internal seperti cairan sinovial, amnion, pleura, atau serebrospinal adalah tipe IgA serum.
SIgA terdiri dari 4 komponen yaitu dimer yang terdiri dari 2 molekul monomer, dan sebuah komponen sekretori serta sebuah rantai J. Komponen sekretori diproduksi oleh sel epitel dan dihubungkan pada bagian Fc imunoglobulin A oleh rantai J dimer yang memungkinkan melewati sel epitel mukosa (lihat Gambar 4-6). SIgA merupakan pertahanan pertama pada daerah mukosa dengan cara menghambat perkembangan antigen lokal, dan telah dibuktikan dapat menghambat virus menembus mukosa.
I.2.4 Imunoglobulin D
Konsentrasi IgD dalam serum sangat sedikit (0,03 mg/ml), sangat labil terhadap pemanasan dan sensitif terhadap proteolisis. Berat molekulnya adalah 180.000. Rantai δ mempunyai berat molekul 60.000 – 70.000 dan l2% terdiri dari karbohidrat. Fungsi utama IgD belum diketahui tetapi merupakan imunoglobulin permukaan sel limfosit B bersama IgM dan diduga berperan dalam diferensiasi sel ini.
I.3 PROSES KEKEBALAN
            Bila antigen masuk ke dalam badan, maka dapat terjadi dua macam reaksi kekebalan yang berlainan:     
a.                   Kekebalan humoral
Di sini terdapat sintesa dan masuknya antobodi ke dalam aliran darah dan cairan badan lainnya (antibodi humoral). Antibodi ini akan mengikat dan menetralisir antigen, misalnya toksin kuman atau dapat membungkus kuman untuk persiapan fatogenesis.
b.                  Kekebalan seluler
Terjadi pembentukan sel limfosit yang terangsang (sentizied) yang kemudian dapat menimbulkan kekebalan seluler (cell mediated immunity). Kekebalan seluler dapat dilihat misalnya pada reaksi mantoux, suatu reaksi delayed hypersensitivity terhadap tuberkolin.
I.4 ANTIGEN
Guna memperdalam keilmuan kita tentang kekebalan pada ternak, maka teori antigen- antibodi penting untuk dipelajari. Antigen adalah zat-zat asing yang pada umumnya merupakan protein yang berkaitan dengan bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh. Beberapa berupa olisakarida atau polipeptida, yang tergolong makromolekul dengan BM > 10.000. Antigen bertindak sebagai benda asing atau nonself oleh seekor ternak dan akan merangsang timbulnya antibodi.
Antibodi merupakan protein-protein yang terbentuk sebagai respon terhadap antigen yang masuk ke tubuh, yang bereaksi secara spesifik dengan antigen tersebut. Konfigurasi molekul antigen-antibodi sedemikian rupa sehingga hanya antibodi yang timbul sebagai respon terhadap suatu antigen tertentu saja yang cocok dengan permukaan antigen itu sekaligus bereaksi dengannya.
Sel-sel kunci dalam respon antigen-antibodi adalah sel limfosit. Terdapat dua jenis limfosit yang berperan, yaitu limfosit B dan T. Keduanya berasal dari sel tiang yang sama dalam sumsum tulang. Pendewasaan limfosit B terjadi di Bursa Fabricius pada unggas, sedangkan pada mamalia terjadi di hati fetus, tonsil, usus buntu dan jaringan limfoid dalam dinding usus. Pendewasaan limfosit T terjadi di organ timus.
Sistim kebal atau imun terdiri dari dua macam, yaitu sistim kebal humoral dan seluler. Limfosit B bertanggung jawab terhadap sistim kebal humoral. Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh, maka limfosit B berubah menjadi sel plasma dan menghasilkan antibodi humoral. Antibodi humoral yang terbentuk di lepas ke darah sebagai bagian dari fraksi g- globulin. Antibodi humoral ini memerangi bakteri dan virus di dalam darah.
Sistim humoral merupakan sekelompok protein yang dikenal sebagai imunoglobulin (Ig) atau antibodi (Ab). Limfosit T bertanggung jawab terhadap kekebalan seluler. Apabila ada antigen di dalam tubuh, misalnya sel kanker atau jaringan asing, maka limfosit T akan berubah menjadi limfoblast yang menghasilkan limphokin (semacam antibodi), namun tidak dilepaskan ke dalam darah melainkan langsung bereaksi dengan antigen di jaringan. Sistim kekebalan seluler disebut juga “respon yang diperantarai sel”.
Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh ternak maka tubuh akan terangsang dan memunculkan suatu respon awal yang disebut sebagai respon imun primer. Respon ini memerlukan waktu lebih lama untuk memperbanyak limfosit dan membentuk ingatan imunologik berupa sel-sel limfosit yang lebih peka terhadap antigen. Kalau antigen yang sama memasuki tubuh kembali maka respon yang muncul dari tubuh berupa respon imun sekunder. Respon ini muncul lebih cepat , lebih kuat dan berlangsung lebih lama daripada respon imun primer.
I.5  TEORI PEMBENTUKAN ANTIBODI
            Mekanisme sebenarnya dari pembuatan antibodi sebagai reaksi atas masuknya antigen belum diketahui secara pasti. Walaupun demikian telah diajukan beberapa teori dan setidaknya teori-teori ini dapat memberi gambaran mengenai masalah sintesa antibodi ditinjau dari beberapa sudut. Sebuah teori akan memuaskan bila dapat menjelaskan beberapa hal yang penting:
1.      Derajat khas tinggi dari antibodi
2.      Pembentukan antibodi dalam jumlah besar sebagai reaksi atas masuknya antigen yang sedikit.
3.      Peristiwa reaksi imun sekunder dengan pembentukan antibodi yang cepat dan jumlahnya lebih banyak.
4.      Kemampuan sel pembentuk berasal dari jaringan sendiri dan tidak membuat antibodi terhadapnya ( Sujudi,1993 ).
BAB III 
PENUTUP
KESIMPULAN
Ø  Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor;
Ø  Kekebalan dapat digolongkan dalam 2 golongan besar : Kekebalan alam (natural immunity), sudah ada sejak lahir;
Ø  Bila antigen masuk ke dalam badan, maka dapat terjadi dua macam reaksi kekebalan yang berlainan yaitu kekebalan humoral dan kekebalan seluler; serta
Ø  Antibodi merupakan protein-protein yang terbentuk sebagai respon terhadap antigen yang masuk ke tubuh, yang bereaksi secara spesifik dengan antigen tersebut. Konfigurasi molekul antigen-antibodi sedemikian rupa sehingga hanya antibodi yang timbul sebagai respon terhadap suatu antigen tertentu saja yang cocok dengan permukaan antigen itu sekaligus bereaksi dengannya.
DAFTAR PUSTAKA
·         Abbas AK. Maturation of B lymphocytes and expression of immunoglobulin genes. Dalam: Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS, penyunting. Cellular and molecular immunology. Philadelphia: Saunders, 1991; 70-96.
·         Roitt IM. The basic of immunology. Specific acquired immunity. Dalam: Roitt IM, penyunting. Essential immunology; edisi ke-6. London: Blackwell. 1988; 15-30.
·         Sujudi. 1993.Mikrobiologi kedokteran. Binarupa Aksara: Jakarta