Sejarah Mikrobiologi
Mikrobiologi adalaha suatu ilmu yang mempelajari makhluk hidup yang sangat kecil (diameter kurang dari 0,1 mm) yang tak dapat dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan suatu peralatan khusus.
Makhluk ini, yang disebut jasad renik atau mikroorganisme, terdapat di mana-mana. Diantaranya ada yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetapi banyak pula yang merugikan seperti mislnya yang menimbulkan berbagai penyakit.
Mikrobiologi meliputi berbagai disiplin ilmu seperti bakteriologi, imunologi, virologi, mikologi dan bakteriologi. Ilmu-ilmu ini telah berkembang dengan pesatnya dari tahun ke tahun, sehingga merupakan disiplin-disiplin yang terpisah dan berdiri sendiri.
Dalam mikrobiologi kedokteran, dipelajari mikroorganisme yang ada kaitannya dengan penyakit (infeksi) ; dan dicari jalan bagaimana cara pencegahan, penanggulangan serta pemberantasannya. Ilmu ini terus berkembang tanpa hentinya karena mikroorganisme sebagai makhluk hidup mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang baru, sehingga hal ini akan tetap merupakan tantangan bagi ilmu kedokteran. Sebagai contoh, dengan ditemukannya antibiotik kemoterapi yang merupakan suatu kemenangan besar bagi ilmu kedokteran dalam memerangi kuman-kuman penyebab infeksi, tidaklah berarti bahwa kuman-kuman tersebut telah terkalahkan, karena kenyataannya mereka tetap mampu menimbulkan infeksi. Ditemukannya jenis-jenis kuman baru, sifat-sifat yang baru dari kuman dan jenis infeksi yang “keras kepala” atau yang tidak mau sembuh semuanya ini merupakan bukti bahwa kuman-kuman tadi mampu mengadaptasikan diri terhadap lingkungannya yang baru.
Penyakit infeksi sebenarnya sudah dikenal sejak jaman dulu. Orang-orang purba menganggap bahwa penyakit infeksi merupakan suatu kutukan para dewa atas dosa-dosa manusia sehingga untuk menyembuhkan penyakit tersebut dilakukan pengorbanan-pengorbanan. Kemudian muncul Hipocrates dengan anggapannya bahwa penyebab infeksi terdiri dari dua faktor, yaitu faktor intrinsik yang terdapat dalam tubuh penderita dan faktor ekstrinsik yang terdapat diluar yaitu yang berhubungan dengan udara yang karena sesuatu hal yang tidak diketahui berubah menjadi buruk/rusak (malaria).
Muncul selanjutnya teori generatio spontanea yang mengatakan bahwa makhluk hidup mengatakan bahwa makhluk hidup dapat timbul dari benda-benda mati. Teori ini bertahan untuk beberapa lama. Teori ini kemudian ditinggalkan karena terdapat penemuan-penemuan baru yang diawali dengan berhasilnya Anton van Leeuwenhoek melihat makhluk-makhluk kecil dalam berbagai cairan dengan mempergunakan “mikroskop” –nya. Makhluk-makhluk kecil inilah yang sekarang kita kenal sebagai kuman dengan bentuk –bentuk kokus, basil dan spirilium. Louis Pasteur (1860) memanfaatkan penemuan Leeuwenhoek tadi untuk membuktikan ketidakbenaran teori generatio spontanea. Ia melakukan percobaan dengan memanaskan kaldu di dalam suatu labu balon dengan tujuan mematikan jasad-jasad renik yang terdapat di dalamnya. Tenyata setelah didiamkan selama beberpa waktu, kaldu tersebut menjadi keruh. Percobaannya yang berikut adalah serupa dengan percobaannya yang terdahulu tetapi dengan mempergunakan labu balon berleher panjang yang bagian tengahnya berbentuk huruf U yang terisi cairan, sehingga udara luar tidak dapat berhubungan dengan kaldu yang terdapat di dalam kaldu.dengan percobaannya ini terbukti bahwa kaldu dalam labu tetap jernih, tetapi akan menjadi keruh apabila cairan di dalam leher U tadi dibuang yang memungkinkan udara luar langsung masuk ke dalam labu. Kesimpulan percobaan ini adalah bahwa kekeruhan kaldu tersebut terjadi akibat pertumbuha mikroba yang terdapat di dalam udara.
Mikroba-mikroba dalam udara inilah yang menjadi penyebab pembusukan sampah, makanan dan minuman. Ia mengatakan bahwa mikroba-nikroba ini mungkin membahayakan manusia.
Kebenaran teori pasteur ini dibuktikan oleh Lister, seorang ahli bedah yang telah melakukan tindakan-tindakan aseptik pada waktu pembedahan dengan mempergunakan disinfektan yangdapat mematikan mikroba-mikroba yang terdapat di dalam udara. Dengan tindakannya ini angka kematian karena infeksi sesudah operasi ternyata sangat menurun.
Bersamaan waktunya dengan Pasteur, seorang dokter Jerman Roberth Koch (1876) mengadakan penelitian terhadap kuman-kuman anthrax yang menyerang ternak. Dalam penelitiannya ini ia berhasil mengasingkan kuman anthrax dalam bentuk biakan murni (pure culture) dengan mempergunakan pembenihan kuman (medium), dan membuktikan bahwa kuman-kuman yang diasingkan ini mampu menimbulkan penyakit yang sama bila dimasukkan ke dalam tubuh binatang percobaan yang peka.
Berdasarkan penemuan ini Koch memformulasikan kriteria mengenai kuman-kuman ini yang kita kenal sebagai Postulat Koch, yaitu :
1. Kuman harus selalu dapat ditemukan di dalam tubuh binatang yang sakit, tetapi tidak dalam binatang yang sehat.
2. Kuman tersebut harus dapat diasingkan dan dibiakkan dalam bentuk biakan murni di luar tubuh binatang tadi.
3. Biakan murni kuman harus mampu menimbulkan penyakit yang sama pada binatang percobaan.
4. Kuman tersebut dapat diasingkan kembali dari binatang percobaan tadi.
Pada tahun 1900, semua jenis kuman penyebab berbagai penyakit penting telah dapat diketahui seperti Bacillus anthracis, corynebacterium diptheriae, Salmonella typhosa, Neissera gonorrhoeae, Clostridium perfringens, Clostridium tetani, Shigella dysentriae, Treponema pallidum dan lain-lain.
Dengan majunya teknologi dan semakin lengkapnya peralatan maka berhasil pula ditemukan jasad renik yang lebih kecil dari kuman yang mampu menembus saringan kuman yaitu yang disebut virus. Beberapa contoh misalnya virus mosaik tembakau yang ditemukan oleh Iwanowsky (1892) dan Beyerinck (1899), virus penyebab foot and mouth disease pada ternak (Loffler & Frosch,1898), virus demam kuning pada manusia (Walter Reed dkk, 1900), virus kuman atau bakteriofaga (Twort & d’Herelle, 1915).
Melihat kenyataan bahwa seseorang yang sembuh dari suatu penyakit tidak mudah untuk mendapatkan penyakit yang sama untuk kedua kalinya, telah mendorong para penyelidik untuk melakukan penelitian tentang kekebalan.
Edward Jenner (1749-1823) melihat bahwa pemerah susu sapi yang mendapatkan infeksi cacar sapi (cowpox) ternyata kebal terhadap penyakit cacar (smallpox atau variola). Ia kemudian menyusun suatu konsep tentang vaksinasi dan berhasil membangkitkan/menimbulkan kekebalan pada orang-orag terhadap cacar smallpox ) dengan jalan menvaksinasinya memakai cacar sapi (cowpox). Edward Jenner ini kemudian dicontoh oleh Pasteur untuk membuktikan vaksin terhadap penyakit chicken cholera, anthrax dan rabies.
Selain bidang kekebalan juga telah dilakukan percobaan-percobaan dengan bahan-bahan kimia untuk mengobati suatu infeksi. Perkembagna kemoterapi ini dimulai tahun 1935 ketika Domagk menemukan bahwa prontosil (sulfanimalida) sangat bermandfaat terhadap infeksi oleh streptokokus.
Penemuan penisilin oleh Alexander Fleming (1929) dilanjutkan oleh Florey & Chain (1940) untuk mempergunakannya dalam pengobatan, yang ternyata hasilnya sangat menakjubkan. Penemuan penisilin ini kemudian disusul oleh penemuan-penemuan antibiotika lainnya yang jumlahnya sangat banyak.
Ternyata kemoterapi ini selain bermanfaat, juga manimbulkan persoalan-persoalan baru, seperti misalnya kuman yang semula peka terhadap resisten, juga timbulnya reaksi-reaksi alergi serta gangguan-gangguan pada normal ecologic flora pada tubuh manusia.
Tak dapat disangkal lagi bahwa mikrobiologi telah mengubah pandangan manusia mengenai timbulnya penyakit-penyakit dan menyingkirkan pendapat/kepercayaan terhadap generatio spontaneae serta menempatkan proses pembusukan/atau fenomena-fenomena lain yang serupa pada tempat yang sebenarnya dalam siklus benda, baik yang hidup ataupun yang mati.
Sumber :
Sujudi, Staff Pengajar Mikrobiologi kedokteran universitas Indonesia.1994.Mikrobiologi kedokteran, Edisi Revisi. Binarupa Aksara: Jakarta.
Semoga Bermanfaat...,