Rabu, 30 Mei 2012

Menghindari Penggemukan Sapi yang Berlebih-lebihan/Kekurusan





“Menghindari Penggemukan Sapi yang Berlebih-lebihan/Kekurusan”


PENDAHULUAN
Sapi ternak adalah hewan ternak anggota familia Bovidae dan subfamilia Bovinae. Sapi dipelihara terutama untuk dimanfaatkan susu dan dagingnya sebagai bahan pangan. Hasil sampingan, seperti kulit, jeroan, dan tanduknya juga kemudian dimanfaatkan. Di sejumlah tempat, sapi juga dipakai untuk membantu bercocok tanam, seperti menarik gerobak atau bajak.
Kesehatan ternak merupakan kunci penentu keberhasilan suatu usaha peternakan. Motto klasik tetap berlaku sampai saat ini, yaitu pencegahan lebih baik daripada pengobatan, sehingga tindakan-tindakan seperti sanitasi, vaksinasi dan pelaksanaan biosekuritas di lingkungan peternakan secara konsisten harus dilaksanakan.
Arti “ sehat “ bagi ternak adalah suatu kondisi dimana di dalam tubuh ternak berlangsung proses-proses normal, baik proses fisis, kimiawi , biokimiawi dan fisiologis yang normal. Sebaliknya “ sakit ” adalah kondisi ternak yang sebaliknya.
Seringkali pengobatan terhadap suatu penyakit tidak membuahkan hasil, hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain harus dimengerti bahwa tidak semua penyakit dapat diobati, seperti penyakit virus. Penyakit-penyakit non infeksius harus diatasi dengan memperbaiki tatalaksana budidaya yang baik dan benar. Berdasarkan pemikiran tersebut sangat perlu untuk diketahui adanya faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit pada ternak, sehingga dapat dilakukan metode penanggulangan penyakit yang efisien dan efektif.
Timbulnya penyakit pada ternak merupakan proses yang berjalan secara dinamis dan merupakan hasil interaksi tiga faktor, yaitu ternak, agen penyakit (pathogen) dan lingkungan. Lingkungan memegang peran yang sangat penting dalam menentukan pengaruh positif atau negatif terhadap hubungan antara ternak dengan agen penyakit.
Interaksi ketiga faktor yang normal dan seimbang sebagaimana akan menghasilkan ternak yang sehat dan tidak ada wabah penyakit.
Keseimbangan ketiga faktor di atas tidak selalu stabil, pada keadaan tertentu akan berubah. Jika hal ini terjadi maka ternak yang dipelihara akan sakit dan menunjukkan tampilan (performance) yang tidak memuaskan.
Terdapat beberapa kondisi yang mampu menciptakan perubahan keseimbangan ketiga faktor tersebut. Kondisi-kondisi tersebut antara lain adalah (1) perubahan-perubahan yang terjadi pada ternak, misalnya penurunan kondisi tubuh yang mungkin disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : kualitas dan kuantitas zat-zat gizi dalam pakan yang kurang, faktor-faktor yang mampu menekan timbulnya kekebalan (immunosupressif) dalam tubuh ternak, sehingga akan terjadi kegagalan dalam program vaksinasi. Di lain pihak terjadi peningkatan tantangan terhadap ternak oleh mikroorganisme yang hidup dan berkembang di sekeliling ternak akibat sistim biosekuritas yang tidak konsisten, waktu istirahat kandang yang minim, kegagalan program vaksinasi dan pengobatan (2) terjadi perubahan hanya pada aspek lingkungan, sedangkan kondisi hewan ternak dan mikroorganisme tidak berubah. Perubahan lingkungan ini mungkin disebabkan oleh perubahan iklim, perubahan suhu dan kelembaban lingkungan yang ekstrim, ketinggian tempat, kesalahan menejemen, seperti : kepadatan kandang yang tinggi, ventilasi yang jelek, intensitas cahaya yang terlalu tinggi, kegaduhan suara dan tingginya tingkat polusi. Kondidi-kondisi lingkungan demikian akan berdampak negatif bagi ternak yang berakibat penurunan kondisi tubuh ternak, sebaliknya menguntungkan bagi mikroorganisme untuk berkembang biak, baik jumlah maupun jenisnya.
Tiga aspek usaha penting harus dilakukan guna mencegah wabah penyakit di lingkungan peternakan, yaitu (1) usaha-usaha mengurangi jenis dan jumlah mikroorganisme, terutama yang patogen di sekeliling ternak yang dipelihara (aspek mikroorganisme) (2) usaha-usaha mencegah terjadinya kontak antara ternak yang dipelihara dengan mikroorganisme patogen (aspek lingkungan) dan (3) usaha-usaha meningkatkan daya kebal tubuh ternak yang dipelihara (aspek ternak).
NILAI JUAL TERNAK SAPI POTONG
Ternak sapi potong memiliki arti ekonomis, antara lain:
1.      Sebagai Tenaga kerja.
Penggunaan tenaga sapi sebagai sapi pekerja banyak terdapat di beberapa daerah di Indonesia. Sapi tersebut di berdayagunakan untuk membajak ladang dan sawah atau menarik roda pedati
2. Sebagai Supplier Pupuk kandang.
Pupuk kandang merupakan hasil sampingan dari usaha ternak sapi. Pada umumnya satu ekor jual sapi dewasa menghasilkan 7500 kilogram kotoran per 12 bulan atau sebanding dengan 5000 kilogram pupuk kandang siap pakai
3. Menentukan status sosial masyarakat.
Jumlah Sapi yang dimiliki masyarakat dijadikan acuan dalam menentukan status sosial. Hal ini terjadi dikarenakan harga jual sapi yang tinggi. Beberapa daerah di Indonesia yang masih menganut kebiasaan ini contohnya: Nusa Tenggara dan pulau Madura

4. Supplier industri tanduk, tulang, kulit, serta darah sapi yang dihasilkan proses pemotongan sebagai sumber bahan baku industri yang dapat menghasilkan nilai tambah yang tinggi.
Hasil produk kulit sapi olahan contohnya ikat pinggang, tas, jaket, serta sepatu kulit jual sapi yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Olahan tanduk sapi juga bisa menjadi beragam barang kerajinan dan juga sebagai bahan baku pembuatan lem. Olahan tulang serta darah sapi dapat menjadi pakan ikan, (tepung tulang dan tepung darah)
5. Perlombaaan Karapan Sapi merupakan atraksi wisata di Madura yang terkenal, dan melibatkan sapi sebagai objeknya.
Begitu juga animo sapi masyarakat di beberapa daerah pusat peternakan sapi seperti Malang, Jawa Timur dan Lembang, Jawa Barat, pariwisata pendidikan peternakan sapi sudah mulai berkembang. Jenis wisata sapi ini merupakan nilai tambah yang baru bagi peternak sapi sebagai tambahan pendapatan.
6. Nilai ekonomis sapi yang terutama adalah sebagai ternak sapi potong.
Sapi akan menjadi penghasil daging potong. Jika sapi yang bekerja sebagai pembajak sawah tidak produktif lagi akan berubah fungsi menjadi ternak potong. Pada umumnya, daging dari sapi pembajak sawah ini kurang berkualitas. akan tetapi, beberapa jenis sapi tertentu yang khusus dipelihara dan digemukkan dikarenakan karakteristik yang dimiliki penjualan sapi potong tersebut, contoh karakteristik ternak sapi yang baik untuk jual sapi potong adalah tingkat pertumbuhan jual sapi cepat dan kualitas daging sapi yang baik. Ternak Sapi inilah yang dapat digunakan sebagai sapi bakalan selanjutnya dipelihara secara intensif selama beberapa bulan sehingga diperoleh berat badan jual sapi yang ideal untuk dipotong.

PENGGEMUKAN ATAU KEKURUSAN
Mengapa kita perlu menghindari sapi agar tidak mengalami penggemukan yang berlebih-lebihan/kekurusan ?
Jawabannya adalah Jika sapi terlalu gemuk atau kurus mengakibatkan masalah metabolisme tinggi, rendahnya produksi susu, rendahnya angka konsepsi ( CR ), dan dystokia.
( http://www.myvetmed.info/)

Selain itu, sapi yang mengalami kegemukan yang berlebih-lebihan tidak dapat digunakan sebagai sapi tenaga kerja, sebab tubuhnya tak mampu bergerak dengan bebas dan tak mampu mengatur nafasnya karena penumpukan lemak yang berlebihan. Akhirnya nilai ekonomisnya menurun.

Ada lagi bila ditinjau dari kekurusannya, apabila sapi kekurusan mungkin disebabkan oleh cacing atau bakteri lain. Sapi yang kekurusan tersebut bila ditinjau dari sudut pandang ekonomisnya bahwa sapi ini bila dijual harganya pasti akan lebih murah karena perototannya dan beratnya juga kurang sapi yang kurus bagi pejantannya kurang bisa dijadikan bibit pejantan sebab hasilnya keturunannya nanti kemungkinan besar akan kecil-kecil atau kurus.

Sumber Pustaka :
http://id.wikipedia.org/wiki/Sapi (diakses pada tanggal 17 mei 2012)


Sabtu, 24 September 2011

Sejarah Mikrobiologi,,

Sejarah Mikrobiologi
            Mikrobiologi adalaha suatu ilmu yang mempelajari makhluk hidup yang sangat kecil (diameter kurang dari 0,1 mm) yang tak dapat dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan suatu peralatan khusus.
            Makhluk ini, yang disebut jasad renik atau mikroorganisme, terdapat di mana-mana. Diantaranya ada yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetapi banyak pula yang merugikan seperti mislnya yang menimbulkan berbagai penyakit.
            Mikrobiologi meliputi berbagai disiplin ilmu seperti bakteriologi, imunologi, virologi, mikologi dan bakteriologi. Ilmu-ilmu ini telah berkembang dengan pesatnya dari tahun ke tahun, sehingga merupakan disiplin-disiplin yang terpisah dan berdiri sendiri.
            Dalam mikrobiologi kedokteran, dipelajari mikroorganisme yang ada kaitannya dengan penyakit (infeksi) ; dan dicari jalan bagaimana cara pencegahan, penanggulangan serta pemberantasannya. Ilmu ini terus berkembang tanpa hentinya karena mikroorganisme sebagai makhluk hidup mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang baru, sehingga hal ini akan tetap merupakan tantangan bagi ilmu kedokteran. Sebagai contoh, dengan ditemukannya antibiotik kemoterapi yang merupakan suatu kemenangan besar bagi ilmu kedokteran dalam memerangi kuman-kuman penyebab infeksi, tidaklah berarti bahwa kuman-kuman tersebut telah terkalahkan, karena kenyataannya mereka tetap mampu menimbulkan infeksi. Ditemukannya jenis-jenis kuman baru, sifat-sifat yang baru dari kuman dan jenis infeksi yang “keras kepala” atau yang tidak mau sembuh semuanya ini merupakan bukti bahwa kuman-kuman tadi mampu mengadaptasikan diri terhadap lingkungannya yang baru.
            Penyakit infeksi sebenarnya sudah dikenal sejak jaman dulu. Orang-orang purba menganggap bahwa penyakit infeksi merupakan suatu kutukan para dewa atas dosa-dosa manusia sehingga untuk menyembuhkan penyakit tersebut dilakukan pengorbanan-pengorbanan. Kemudian muncul Hipocrates dengan anggapannya bahwa penyebab infeksi terdiri dari dua faktor, yaitu faktor intrinsik yang terdapat dalam tubuh penderita dan faktor ekstrinsik yang terdapat diluar yaitu yang berhubungan dengan udara yang karena sesuatu hal yang tidak diketahui berubah menjadi buruk/rusak (malaria).
            Muncul selanjutnya teori generatio spontanea yang mengatakan bahwa makhluk hidup mengatakan bahwa makhluk hidup dapat timbul dari benda-benda mati. Teori ini bertahan untuk beberapa lama. Teori ini kemudian ditinggalkan karena terdapat penemuan-penemuan baru yang diawali dengan berhasilnya Anton van Leeuwenhoek melihat makhluk-makhluk kecil dalam berbagai cairan dengan mempergunakan “mikroskop” –nya. Makhluk-makhluk kecil inilah yang sekarang  kita kenal sebagai kuman dengan bentuk –bentuk kokus, basil dan spirilium. Louis Pasteur (1860) memanfaatkan penemuan Leeuwenhoek tadi untuk membuktikan ketidakbenaran teori generatio spontanea.  Ia melakukan percobaan dengan memanaskan kaldu di dalam suatu labu balon dengan tujuan mematikan jasad-jasad renik yang terdapat di dalamnya. Tenyata setelah didiamkan selama beberpa waktu, kaldu tersebut menjadi keruh. Percobaannya yang berikut adalah serupa dengan percobaannya yang terdahulu tetapi dengan mempergunakan labu balon berleher panjang yang bagian tengahnya berbentuk huruf U yang terisi cairan, sehingga udara luar tidak dapat berhubungan dengan kaldu yang terdapat di dalam kaldu.dengan percobaannya ini terbukti bahwa kaldu dalam labu tetap jernih, tetapi akan menjadi keruh apabila cairan di dalam leher U tadi dibuang yang memungkinkan udara luar langsung masuk ke dalam labu. Kesimpulan percobaan ini adalah bahwa kekeruhan kaldu tersebut terjadi akibat pertumbuha mikroba yang terdapat di dalam udara.
            Mikroba-mikroba dalam udara inilah yang menjadi penyebab pembusukan sampah, makanan dan minuman. Ia mengatakan bahwa mikroba-nikroba ini mungkin membahayakan manusia.
            Kebenaran teori pasteur ini dibuktikan oleh Lister, seorang ahli bedah yang telah melakukan tindakan-tindakan aseptik pada waktu pembedahan dengan mempergunakan disinfektan yangdapat mematikan mikroba-mikroba yang terdapat di dalam udara. Dengan tindakannya ini angka kematian karena infeksi sesudah operasi ternyata sangat menurun.
            Bersamaan waktunya dengan Pasteur, seorang dokter Jerman Roberth Koch (1876) mengadakan penelitian terhadap kuman-kuman anthrax yang menyerang ternak. Dalam penelitiannya ini ia berhasil mengasingkan kuman anthrax  dalam bentuk biakan murni (pure culture) dengan mempergunakan pembenihan kuman (medium), dan membuktikan bahwa kuman-kuman yang diasingkan ini mampu menimbulkan penyakit yang sama bila dimasukkan ke dalam tubuh binatang percobaan yang peka.
            Berdasarkan penemuan ini Koch memformulasikan kriteria mengenai kuman-kuman ini yang kita kenal sebagai Postulat Koch, yaitu :
1.     Kuman harus selalu dapat ditemukan di dalam tubuh binatang yang sakit, tetapi tidak dalam binatang yang sehat.
2.    Kuman tersebut harus dapat diasingkan dan dibiakkan dalam bentuk biakan murni di luar tubuh binatang tadi.
3.    Biakan murni kuman harus mampu menimbulkan penyakit yang sama pada binatang percobaan.
4.    Kuman tersebut dapat diasingkan kembali dari binatang percobaan tadi.

Pada tahun 1900, semua jenis kuman penyebab berbagai penyakit penting telah dapat diketahui seperti Bacillus anthracis, corynebacterium diptheriae, Salmonella typhosa, Neissera gonorrhoeae, Clostridium perfringens, Clostridium tetani, Shigella dysentriae, Treponema pallidum dan lain-lain.
Dengan majunya teknologi dan semakin lengkapnya peralatan maka berhasil pula ditemukan jasad renik yang lebih kecil dari kuman yang mampu menembus saringan kuman yaitu yang disebut virus. Beberapa contoh misalnya virus mosaik tembakau yang ditemukan oleh Iwanowsky (1892) dan Beyerinck (1899), virus penyebab foot and mouth disease pada ternak (Loffler & Frosch,1898), virus demam kuning pada manusia (Walter Reed dkk, 1900), virus kuman atau bakteriofaga (Twort & d’Herelle, 1915).
Melihat kenyataan bahwa seseorang yang sembuh dari suatu penyakit tidak mudah untuk mendapatkan penyakit yang sama untuk kedua kalinya, telah mendorong para penyelidik untuk melakukan penelitian tentang kekebalan.
Edward Jenner (1749-1823) melihat bahwa pemerah susu sapi yang mendapatkan infeksi cacar sapi (cowpox) ternyata kebal terhadap penyakit cacar (smallpox atau variola). Ia kemudian menyusun suatu konsep tentang vaksinasi dan berhasil membangkitkan/menimbulkan kekebalan pada orang-orag terhadap cacar smallpox ) dengan jalan menvaksinasinya memakai cacar sapi (cowpox). Edward Jenner ini kemudian dicontoh oleh Pasteur untuk membuktikan vaksin terhadap penyakit chicken cholera, anthrax dan rabies.
Selain bidang kekebalan juga telah dilakukan percobaan-percobaan dengan bahan-bahan kimia untuk mengobati suatu infeksi. Perkembagna kemoterapi ini dimulai tahun 1935 ketika Domagk menemukan bahwa prontosil (sulfanimalida) sangat bermandfaat terhadap infeksi oleh streptokokus.
Penemuan penisilin oleh Alexander Fleming (1929) dilanjutkan oleh Florey & Chain (1940) untuk mempergunakannya dalam pengobatan, yang ternyata hasilnya sangat menakjubkan. Penemuan penisilin ini kemudian disusul oleh penemuan-penemuan antibiotika lainnya yang jumlahnya sangat banyak.
Ternyata kemoterapi ini selain bermanfaat, juga manimbulkan persoalan-persoalan baru, seperti misalnya kuman yang semula peka terhadap resisten, juga timbulnya reaksi-reaksi alergi serta gangguan-gangguan pada normal ecologic flora pada tubuh manusia.
Tak dapat disangkal lagi bahwa mikrobiologi telah mengubah pandangan manusia mengenai timbulnya penyakit-penyakit dan menyingkirkan pendapat/kepercayaan terhadap generatio spontaneae serta menempatkan proses pembusukan/atau fenomena-fenomena lain yang serupa pada tempat yang sebenarnya dalam siklus benda, baik yang hidup ataupun yang mati.

Sumber :
Sujudi, Staff Pengajar Mikrobiologi kedokteran universitas Indonesia.1994.Mikrobiologi kedokteran, Edisi Revisi. Binarupa Aksara: Jakarta.

Semoga Bermanfaat...,